All About Twenty One (Madness Edition :))

Mad...
Kau tahu tidak? 
Semenjak tanggal 21 Desember 2012 yang lalu hatiku itu gak bisa berhenti nangis!
Ya, nangis mikirin kamu.
Nangi mikirin planning-planning indah yang ternyata tersendat di tengah jalan.
Mad...
Kau ingat tidak?
Waktu tanggal 21 Mei 2012 yang lalu kau betul-betul mengubah hidup aku!
Aku yang serba cuek akanmu, aku yang serba tak peduli dengan berbagai tingkahmu,
Saat itu berbalik seratus delapan puluh derajat.

Takkan Tergantikan


Titttt....
        “Halo, iya? Kenapa, Nad?”
        “Abang, aku bermasalah lagi sama ummi dengan bapak!”
        “Kok bisa? Ada masalah apa lagi?”
        “Bapak sama ummi marah gara-gara semalam aku minta dibuatin pidato. Katanya jangan terlalu suka ngeribetin orang tua. Padahal, aku kira bakal direspon baik karena pidato itu buat lomba tingkat provinsi.”
        “Kamu rada maksa, kali! Ingat Nad, apapun yang dikatakan ibu bapak kamu itu benar adanya. Apalagi kamu bilang pelajaran kamu sekarang lagi pada terlantar. Kan nggak lucu kalau kamu bisa juara 1 lomba pidato tingkat alam semesta terus nggak naik kelas!”

Bodoh (Terkagum Pada Burung)


Saat semilir angin berdesir
Aku terbawa suatu suasana hati yang merambah jauh ke luar samudera sana
Jiwaku melayang, terbang, tinggi, setinggi yang aku bisa
Mataku mungkin benar-benar telah dibutakan
Oleh sesosok raut nan datar
Meski tak sepolos yang aku kira
                Masih teringat binar-binar cahaya kelembutan
                Yang dengan sengajanya memaksa pupil mata ini  
                                                                                Untuk terbuka lebar, selebar mungkin
                Desis rasa yang seyogyanya mengharu biru
                Dengan sakitnya harus terhidrasi bersama dengan segala tingkah
                Dan waktu
                Yang masih ingin tetap diam
                Sunyi, senyap, tanpa ada hembusan nafas

Pesan 'Seekor' bintang Beralih

              Hidup itu perjuangan, kata ibu. Semua jenjang kehidupan yang kita lewati tak pernah lepas dari apa yang namanya pengorbanan. Hidup itu adalah roda berporos, kata ayah. Dia takkan berhenti berputar sampai sang empunya mengakhiri sendiri cerita novel melankolis kehidupannya. Kadang menukik ke bawah, kadang mendaki ke atas. Hidup itu dunia fantasi, bagaikan panggung sandiwara sang bidadari yang turun dari kahyangan ataupun si Hulk hijau yang tiba-tiba muncul dari perut bumi, kata adikku yang masih kelas 4 SD. Aku sendiri berpikir hidup itu adalah perlombaan. Kapan engkau telat dalam mengambil suatu keputusan yang matang, maka nantilah ketertinggalanmu sedetik setelahnya. Saat kita masih menjadi sesosok plasma nutfah dalam rahim saja, kita berlomba dengan sperma-sperma yang lain menuju sel ovum untuk menjadi pemenang dalam proses fertilisasi dalam tuba fallovi. Hidup itu, wonderful! Kesimpulannya. Tak jarang kau harus bersenang-senang ria di atas penderitaan orang lain, terkadang juga kau harus bersedih-sedih muram ketika orang lain bahagia di atasmu.
***

Love's Lollypop -_-


       Berbicara tentang anak manusia, pastinya tak pernah terlepas dari apa yang namanya cinta. Satu hal tersulit yang selalu menimbulkan satu, dua, tiga hingga seribu penafsiran atau hipotesa yang bisa dibilang semuanya benar. Katanya cinta itu indah, benar juga. Katanya cinta itu bikin kita terbang, benar juga. Katanya cinta itu cuma di awal yang WOW!, benar juga. Katanya cinta itu cuma bikin sakit, benar juga. Banyak banyak banyak sekali pernyataan yang membenarkan bahwa cinta itu plin-plan. Protes? Coba pikir secara sistematis dan logikamatis. Jangankan orang pacaran, suami istri yang telah mengikat janji setia saja masih ada yang kepikiran untuk mencari hati yang lain. Benar, tidak? Berdasarkan persepsi abal-abal ini, maka jangan heran kalau aku berinisiatif untuk membuat catatan kecil tentang perjalanan cinta super-duper ‘kuker’ku kali ini. Ya, tentunya setelah mengecap bagaimana pahit kecutnya suatu permen lolipop bernama CINTA.