Bodoh (Terkagum Pada Burung)


Saat semilir angin berdesir
Aku terbawa suatu suasana hati yang merambah jauh ke luar samudera sana
Jiwaku melayang, terbang, tinggi, setinggi yang aku bisa
Mataku mungkin benar-benar telah dibutakan
Oleh sesosok raut nan datar
Meski tak sepolos yang aku kira
                Masih teringat binar-binar cahaya kelembutan
                Yang dengan sengajanya memaksa pupil mata ini  
                                                                                Untuk terbuka lebar, selebar mungkin
                Desis rasa yang seyogyanya mengharu biru
                Dengan sakitnya harus terhidrasi bersama dengan segala tingkah
                Dan waktu
                Yang masih ingin tetap diam
                Sunyi, senyap, tanpa ada hembusan nafas


Tapi mengapa?
Mengapa dia yang harus mencuri segala bentuk keindahan yang Engkau ciptakan, Tuhan?!
Mengapa?
Mengapa dia yang harus merompak segala bentuk kesempurnaan yang Engkau tuturkan, Tuhan?!
Mengapa dia!
Dia yang tak selayaknya menjadi bebal baru dalam tikungan-tikungan pahit kehidupanku
Dia yang tak seharusnya turut serta berpartisipasi dalam segala bentuk kisah cengengku
                Dia
Tanda tanya besar itu masih tergarap dalam lamunanku
Menghancurkan segala jenis karya cemerlang yang telah terisi ulang dalam otakku
Meleburkan segala jenis kematangan pikiran dalam kuatnya rasa egoku
Burung-burung masih berkicau ria
Menyanyikan apa yang diketahuinya pada dunia
Merebahkan seluruh luapan amarahnya pada lagu
Tak bernada
Tak bermakna
Sayangnya, aku tak seberani kau wahai burung
Yang dengan gampangnya menyatakan semua keluh kesah yang ada di dadamu
Termasuk menyatakan rasa bodoh yang tak tahu mengapa tiba-tiba saja hinggap di otak kecilku
Sayang, seribu sayang
Lantunanku hanya bagai angin sepoi-sepoi yang berhembus semilir
Lewat, lalu pergi
Semerdu apapun itu
Mereka tak peduli
Dia tak peduli
Hanya menikmati dengan rasa
Tanpa menjalankan nalar yang seharusnya berperan paling penting
Dalam lagu
Yang berakhir hampa
Aku masih terperangah
Menertawai diri yang terlalu bodoh
Kedekatan yang tak pernah kuinginkan lebih
Mengapa berbalik ketika mulai ada yang memberontak dalam kisah kehidupannya
Apa aku menyayanginya?
Pernyataan bebal yang berbuah kebenaran
Aku ingin dia bahagia
Namun aku juga ingin bahagia
Aku tak mau, tak mau, benar-benar tak mau
Ya, kebohongan itu harus kupelihara
Ketidakpantasan yang terlalu nampak itu jelas-jelas malah menjadi jembatan pemisah yang membentangkan jarak yang amat jauh

                Kini aku sadar, sekali taman tetap taman
                Cukup sudah aku berlagak bodoh
                Kan kubiarkan waktu terus berdetik
                Berjalan sesuai dengan keinginannya
                Membiarkan aku tetap terperangkap dalam sakitnya sebuah kata, memendam
                Kebahagiaanku, belum tentu kebahagiaanmu
                Namun kebahagiaanmu, kuyakini adalah kebahagiaanku juga
Tuhan,
Sadarkan aku!
Aku menyanyanginya,
Tapi kumohon tetap jaga rahasia tak waras ini
Yang semua kulakukan
Hanya untuk kebahagiaannya,
Hanya untuk DIA
Meskipun aku yang tersiksa di balik layar putih yang kini sudah mulai ternoda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak kamu dengan setidaknya mengeposkan sebuah komentar :)