Cinta, What Is It?

Cinta itu apa?
Cinta itu yang dijual di pasar? Harganya berapa? Oh, atau cinta itu yang dibuang tiap kali kita masuk toilet? Ahh, shit.
Selama ini pandagan teoritis tentang cinta memang tak jauh beda dengan sudut pandang, dengan cara berpikirku. Ketika dua orang yang berbeda dipertemukan Allah dalam satu rasa yang anak muda sekarang sering menyebutnya dengan ‘nyaman’, apakah itu telah termasuk dalam definisi cinta berdasarkan rumus-rumus kehidupan yang ada? 
Apa cinta itu seperti rumus fisika yang ketika dua muatan berbeda jenis didekatkan maka akan saling tarik menarik? Atau rumus biologi yang ketika sperma dan ovum yang masing-masing haploid (n) jika bertemu akan menghasilkan fetus dengan kombinasi diploid (2n)? Atau bahkan semenarik kimia di mana reaksi elektrolisis selalu melibatkan dua pasangan berbeda, katoda dan anoda yang nantinya bakal saling melengkapi dan menghasilkan e-sel?
ENTAHLAH!
Sampai saat inipun aku masih gila dengan yang namanya cinta. Bukan aku gila dengan cintanya, namun aku gila mengingat seberapa rumitnya definisi cinta yang banyak orang ‘katanya’ telah merasakannya. Ya, banyak orang telah merasakannya. Lalu, bagaimana dengan aku?
DEG! Darahku seakan berhenti berdesir.
Aku tersenyum sendiri menatap jingga di biru langit malam ini. Dengan langkah gontai kulangkahkan kakiku menyusuri jalan menuju asrama dengan sajadah tersampir di bahu kananku. Kucari sosok bulan, ternyata dia masih malu-malu dan masih mengurung jasad putihnya di balik sepinya malam. Kadang aku berpikir, bahkan bertanya dalam hati. Oh bulan, apakah dia juga melihat dirimu dari sudut pandang yang sama denganku? Oh bulan, apakah dia juga sering berpikir bahwa aku dan dia pada suatu malam akan dihadapkan pada cahayamu yang lembut dengankedua tangan kembali bergenggaman erat seperti dahulu? Oh bulan, apakah kau berpikir bahwa masih ada celah kecil untuk dapat mengembalikan situasi seperti dahulu kala? Ah, tidak! Itu tidak boleh terjadi. Masa lalu yang kelam itu harus terkubur baik-baik dan tak perlu terulang, meskipun aku sendiri serasa bagai seorang munafik kelas kakap, mengharapkan bahkan sering menjadikannya perandaian.

Pertanyaannya, itukah yang dinamakan cinta? Apakah aku telah larut dalam suatu cinta? Atau bahkan aku telah menemukan arti dan definisi cinta secara bahasa dan istilah, secara etimologi dan terminologi? Ini nonsense. Umurku baru 18, dan semua itu aku lalui saat usiaku masih 15 tahun, dan masih terus trap sampai sekarang. Mungkinkah semua itu telah ketemukan secara tidak sadar semenjak hampir 3 tahun yang lalu?
NO NO NO! Tidak. Itu hanya perasaan nyaman yang menghinggapi perasaan gadis labil sepertiku. Tapi, bukankah nyaman itu salah satu definisi dari cinta? ARGHHHH!
Aku bukanlah tipe orang yang gampang tertarik dengan lawan jenis. Jika diibaratkan atom, mungkin muatanku bukan berupa proton maupun elektron, melainkan berupa neutron yang netral dan tak berisi. Semenjak dia hadir entah mengapa ada sesuatu yang berbeda dariku sebelumnya. Aku yang semula cuek, yang sebelumnya acuh tak acuh, berubah menjadi seorang penuh perhatian dan galau berat saat sejam saja smsnya tak mewarnai layar handphoneku. Semua itu kunikmati persis 7 bulan. Dan setelah event berharga di bulan ke-7 itu, aku kembali menjadi seorang yang cuek, bahkan lebih dari sebelumnya. Berpuluh-puluh obrolan masuk di chathead facebookku, sekedar ter-read dan setelah itu terabaikan dengan sendirinya. Jika keluar untuk lomba maupun menghadiri sosialisasi, orang-orang akan menganggapku sombong karena malas bicara. Aku tak pernah tertarik dengan apapun! Bagaimanapun bentuknya! Aku gampang illfeel dengan para adam, karena pikiranku memang ter-manage untuk satu orang yang berjuta kilometer jauhnya. Untuk seorang yang katanya hanya mencintaiku ketika aku ada di sampingnya. Untuk seorang yang dengan berat hati jujur kepadaku, jikalau hatinya telah terseret arus oleh hawa yang sangat antipati bahkan terkesan benci padanya. Untuk seorang, yang dengan segala kekurangannya menjadikan ia terlihat begitu sempurna di mataku.
Menurut kalian, apa aku yang menjadika semua ini mindset? Tidak. Aku tak pernah memaksakannya. Aku hanya membarkan semua ini mengalir, dan itulah letak kesalahanku. Aku tak memberikan batasan terhadap apa yang ada di hadapanku, sehingga akhirnya blackhole yang bernama perasaan itu menelanku bulat-bulat. Inikah definisi dari cinta? Saat kita tak pernah bisa mengikhlaskan diri untuk melepaskan? Saat kita tak berani untuk berpindah pada panorama yang lain?
BUKAN! Itu bukan cinta. Itu hanya perasaan ingin selalu bersama saja. Tapi, bukankah perasaan selalu bersama adalah salah satu ciri umum dari cinta? YA ALLAH YA RABBIYYYYY.....
Aku masih berpikir bahwa aku tidak tahu-menahu mengenai the real mean of love, karena bagiku segala yang telah terlewati selama ini hanya proses pendewasaan, menurut persepsiku. Namun tak bisa kubantah bahwa di sela malamku yang sunyi, sering tersebut namanya dalam doa, secara refleks, yang meskipun aku tak mau, nama empat huruf itu secara spontan saja terdikte dalam hati. Bukankah segala sesuatu yang terdikte sendirinya dalam hati adalah setulus-tulusnya cinta? Aku mulai tak yakin kalau selama ini aku tak pernah mengenal cinta.
Semenjak kecil bapak dan ummiku adalah sebaik-baik pencinta yang kukenal. Mereka memberikan rasa nyaman yag membuatku sangat susah untuk lepas dari mereka. Terlebih namaku tak pernah lepas dalam tiap sujud terakhirnya. Jika diperbandingkan dengan apa yang saat ini sedang menjadi lamunanku, rasanya terlalu munafik kalau aku berkata bahwa ini bukan cinta. 
Ini memang cinta. Ya, ini cinta. Namun jujur, definisi cinta sampai saat ini belum pernah dapat aku cerna dengan baik. Aku tersadar, cinta itu berdasarkan definisi maupun persepsi pribadi masing-masing. Seperti kata Pak Asis, guru bahasa Indonesiaku yang paling cakep dan romantis subhanallah... Bahasa Indonesia itu memiliki arti dan opini dari masing-masing orang, makanya tidak pernah ada peserta UN yang nemnya sampai 10 karena tiap daerah berbeda penafsirannya. Begitu pula dengan cinta, cinta memiliki opini tergantung dari penikmatnya sendiri. Oleh karena itu pula, banyak insan yang tidak pernah merasakan cinta seutuhnya disebabkan perbedaan persepsi dengan orang yang dicintainya. 
Cinta itu lebih dari syair, lebih dari sekedar essai, bahkan lebih daripada gelombang ombak di lautan. Cinta itu reliable, reversible, relative! Allah-pun menciptakan cinta untuk menjadikan hamba-Nya umat yang bersatu dan tak mudah bercerai-berai. Di hati para remaja Allah menciptakan cinta, bukan untuk dipergunakan seenaknya, melainkan untuk dijadikan motivasi agar selalu menyertakan nama-Nya di tiap aktivitas dan sikon yang ada. Barakallah!
*Nad, di atas tempat tidur menunggu 21 Desember esok. Happy2ndyearsforsingle:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak kamu dengan setidaknya mengeposkan sebuah komentar :)