Hidup
itu perjuangan, kata ibu. Semua jenjang kehidupan yang kita lewati tak pernah
lepas dari apa yang namanya pengorbanan. Hidup itu adalah roda berporos, kata
ayah. Dia takkan berhenti berputar sampai sang empunya mengakhiri sendiri
cerita novel melankolis kehidupannya. Kadang menukik ke bawah, kadang mendaki
ke atas. Hidup itu dunia fantasi, bagaikan panggung sandiwara sang bidadari
yang turun dari kahyangan ataupun si Hulk hijau yang tiba-tiba muncul dari
perut bumi, kata adikku yang masih kelas 4 SD. Aku sendiri berpikir hidup itu
adalah perlombaan. Kapan engkau telat dalam mengambil suatu keputusan yang
matang, maka nantilah ketertinggalanmu sedetik setelahnya. Saat kita masih
menjadi sesosok plasma nutfah dalam rahim saja, kita berlomba dengan sperma-sperma
yang lain menuju sel ovum untuk menjadi pemenang dalam proses fertilisasi dalam
tuba fallovi. Hidup itu, wonderful! Kesimpulannya. Tak jarang kau harus
bersenang-senang ria di atas penderitaan orang lain, terkadang juga kau harus
bersedih-sedih muram ketika orang lain bahagia di atasmu.
***