JALANI, HADAPI, SYUKURI


        “Nad, kurusanko saya lihat!”
        Yah, mungkin ini adalah kalimat pertama yang akan dilontarkan oleh teman-teman sesampainya di mahad nanti. Kurus. Ya kurus. Pada dasarnya aku memang kurus, namun mungkin kali ini kalimat kurus itu lebih menjurus pada kata ‘tidak biasanya’. Whatever-lah apa kata teman-teman nanti. Jelasnya, aku tetap sehat wal ‘afiat sampai sekarang ini. Alhamdulillah.
         Berbicara tentang kisah selama bulan puasa, Ramadhan 1435 Hijriah kali ini memiliki arti tersendiri bagiku. Mengapa? Karena pada awalnya sudah dapat kutebak aku akan menjalani puasa tahun ini kurang lebih sama dengan bulan puasa tahun lalu. Libur, pulang ke rumah, kena macet di perjalanan, ammuntuli bulang-adat doa bersama untuk menyambut 1 Ramadhan di kalangan orang Makassar-, puasa, tarwihan, privat Matematika-Fisika, ngisi ceramah, lebaran, and finally back again in our beloved campus. Tentunya pula sudah menjadi suatu kewajaran kalau tidur ‘berlebihan’ adalah salah satu absensi rutin setiap harinya. Namun kali ini semua tebakan itu salah. Salah besar.
         Hatiku sudah gusar bukan kepalang ketika bapak mengatakan “TIDAK ADA IZIN” untuk ikut pesantren Ramadhan di Enrekang. Bagaimana tidak, tahun ini adalah tahun terakhirku berstatus santriwati di IMMIM, Insyaa Allah. Namun, kedua orangtuaku tetap saja tak mau mengerti dengan hal tersebut. Alasan inilah, alasan itulah, padahal ini adalah satu-satunya kesempatanku untuk bisa merasakan yang namanya mengajar dengan teman-teman. Tahun depan? Siapa lagi yang mau ngurus ginian kalau sudah jadi maba?! Dan semenjak itu pula moodboster-ku untuk merasakan Ramadhan full experience musnah sudah. Ya, bagaikan sebuah draft autobiografi yang sebelumnya memang telah ter-save di Recycle Bin dan telah disusun seruntut mungkin namun tiba-tiba saja ter-delete tanpa sengaja. Nyessek sekali, bukan?